Senin, 17 November 2008

EngPerformance, Kunci Kinerja Organisasi

Oleh : William Werhane dan Christian Siboro

Belakangan ini, tekanan terhadap organisasi bisnis untuk meningkatkan kinerjanya amatlah tinggi. Kualitas produk dan layanan, kreativitas, efisiensi, dan aspek lain dalam memenangi persaingan merupakan hal yang terus dituntut untuk ditingkatkan.

Jika dicermati dengan seksama, sejatinya peningkatan kinerja organisasi sangat tergantung pada orang-orang dalam organisasi itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci keunggulan kompetitif, maka engagement (keterlibatan) dan kinerja karyawan, dapat menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi. Di sinilah engaged performance (EP) menjadi penting. Pertanyaannya, bagaimana memahami faktor kunci yang mendorong sekaligus meningkatkan engagement? Dan apakah itu EP?

Banyak penelitian mendalam telah dilakukan Grup Hay untuk mengetahui kondisi yang dapat mendukung EP di tempat kerja. Hay mengartikan EP sebagai hasil yang dicapai dengan menstimulasi antusiasme karyawan terhadap pekerjaannya dan mengarahkannya pada kesuksesan organisasi. Dengan kata lain, karyawan yang sepenuhnya terlibat dengan apa yang mereka lakukan dan terhadap organisasi tempat bekerja, akan mengerahkan upaya ekstra (discretionary effort) untuk mencapai tujuan dan strategi organisasi.

Lalu, apa keuntungan riil memiliki karyawan yang engaged? Karyawan yang engaged akan tinggal tetap di organisasi dalam jangka waktu lebih lama, sehingga organisasi menghemat biaya yang berkaitan dengan turnover karyawan. Studi Hay menunjukkan biaya kehilangan karyawan dapat berkisar 0,5-2,5 kali total remunerasi dari seseorang tergantung pada tingkatan dan kompleksitas pekerjaannya. Namun, retensi saja tidaklah cukup bagi kesuksesan organisasi. Sebab, untuk apa tetap tinggal tanpa berkemauan memberi upaya ekstra?

Kalau begitu, apa saja faktor pendorong EP? Penelitian Hay menunjukkan ada tiga penggerak utama EP:
(1) Efektivitas organisasi dan kepemimpinan yang dipersepsikan;
(2) Dukungan yang diberikan kepada karyawan untuk memampukan mereka menjalankan peran pekerjaannya;
(3) Kewajaran dan keadilan perusahaan dalam pengembangan dan penghargaan karyawan.

Untuk masing-masing faktor tersebut ada sub-subfaktor sebagai penggeraknya. Yang patut dicatat, kepentingan relatif berbagai faktor di atas berbeda-beda antarorganisasi, bahkan antarunit dalam satu perusahaan. Pendorong EP karyawan riset dan pengembangan dapat berbeda dari bagian produksi. Maka, organisasi perlu melakukan asesmen secara reguler untuk mengetahui tingkat EP, baik di level organisasi maupun setiap unit kerja. Dari situ dapat diketahui faktor penggerak apa yang perlu difokuskan untuk meningkatkan engagement.

Lantas, apa implikasi EP bagi organisasi? Dari riset dan penggalian data Grup Hay diperoleh kesimpulan berikut:

Mengaitkan karyawan ke gambaran besar keseluruhan perusahaan. Hasil temuan Hay menunjukkan bahwa keyakinan karyawan terhadap kemampuan manajemen puncak perusahaan adalah indikator penentu paling penting dari EP dan turnover. Karyawan saat ini menyadari bahwa prospek mereka untuk kelangsungan bekerja, pengembangan karier, dan kemajuan sangat tergantung pada kesehatan dan kestabilan perusahaan. Dengan kian merasa harus menentukan karier sendiri, mereka tidak mau menggantungkan harapan masa depannya pada perusahaan, kecuali mereka yakin perusahaan dikelola dengan baik dan menuju arah yang benar.

Mengidentifikasi peluang pertumbuhan dan pengembangan.
Karyawan semakin menyadari bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas kariernya, dan masa depannya tergantung pada peningkatan keahlian masing-masing. Maka, peluang untuk tumbuh dan berkembang adalah faktor yang menjadi indikator penentu yang secara konsisten menentukan tingkat komitmen karyawan.

Memperkuat hubungan kepenyeliaan (supervisory).
Seorang penyelia berperan penting dalam menentukan jalur karier seseorang dalam organisasi. Melalui pendampingan (coaching) dan umpan balik kinerja yang reguler, penyelia dapat menolong karyawan mengidentifikasi kebutuhan pengembangan dan meningkatkan keahliannya. Penyelia juga sering berperan sebagai mentor yang membantu karyawan memahami tuntutan perusahaan dan mengembangkan dukungan yang diperlukan.

Mengelola kesan pertama.
Lebih mudah bagi karyawan prospektif memahami bagaimana mereka akan dihargai pada posisi yang baru dan apa yang akan diminta untuk dilakukan, ketimbang mengetahui bagaimana perasaan mereka bekerja di dalam organisasi. Akan tetapi, riset dengan jelas menunjukkan bahwa kesesuaian antara karyawan, budaya dan gaya pengelolaan perusahaan adalah salah satu faktor terbesar dalam menentukan akankah karyawan produktif dan tinggal tetap di perusahaan. Untuk meningkatkan kemungkinan kecocokan antara kedua hal itu, organisasi harus memberi gambaran yang realistis mengenai suatu pekerjaan kepada calon karyawan yang prospektif, termasuk sebanyak mungkin informasi tentang budaya dan nilai-nilai organisasi. Jadi, pada akhirnya, organisasi bisnis yang ingin maju – apa pun bentuk dan skala usahanya – harus mampu menciptakan karyawan yang engaged. Kecuali bila ingin terus jadi pecundang. Maka, organisasi perlu melakukan asesmen secara reguler untuk mengetahui tingkat EP, baik di level organisasi maupun setiap unit kerja.

Artikel ini diambil dari majalah SWA.

Tidak ada komentar: